Minggu, 25 Mei 2014

Kasuwiang Salapang Pada Masa Gowa Purba

Kasuwiang berarti mengabdi. Kasuwiang Salapang karena 9 daerah pemerintahan bergabung menjadi satu federasi. Rakyat mengabdi kepada Kasuwiang sebagai pemerintah daerah yang kedudukannya sebagai Raja di daerahnya masing-masing. Kasuwiang Salapang tersebut yaitu :
1.      Tombolo
2.      Lakiyung
3.      Saumata
4.      Parang-parang
5.      Data’
6.      Agang Jene
7.      Bisei
8.      Kalling
9.      Sero’
Daerah dari masing-masing Kasuwiang ini pada zaman Gowa purba masih kecil dan diperkirakan bertempat dalam Distrik Tombolo dahulu atau Kecamatan Sombaopu sekarang. Diantara Sembilan Kasuwiang hanya tiga Kasuwiang, yaitu Tombolo, Lakiung (sekarang Mangasa) dan Saumata yang lanjut menjadi Batesalapang dan yang lainnya tidak diketahui lagi dan hanya merupakan perkampungan yang sekarang setingkat dengan Rk/Rw.
Nama-nama perkampungan dari bekas Kasuwiang yang masih jelas ada sampai sekarang ialah :
1.      Lakiung
2.      Tombolo
3.      Saumata
4.      Data’ ( berada di lokasi Mesjid tua Katangka )
5.      Bisei
6.      Sero’

Sedangkan nama-nama seperti Parang-parang perkiraan berada antara Lakiung dan Data’ termasuk Bukit Tamalate. Agang Jene diperkirakan sekitar Pacci’nongang sekarang dan Kalling diperkirakan di Pao-pao. Perkiraan ini dikarenakan kampung-kampung tersebut (Tamalate, Pacci’nongang, dan Pao-pao) termasuk perkampungan tua. 

Minggu, 13 April 2014

Kerajaan Gowa Purba ( ± 1000 s/d 1300 M )

Sebelum pemerintahan Tumanurunga, Kerajaan Gowa purba hanya empat orang raja berturut-turut memerintah yang diketahui, yaitu:
1. Batara Gowa
2. Yang dibunuh di Tala ( nama aslinya tidak diketahui )
3. Manrancai
4. Karaeng Katangka.
Mungkin raja yang pernah memerintah lebih dari yang tersebut di atas. Penyebab keruntuhan Kerajaan Gowa demikian pula kepunahan raja-rajanya tidak diketahui ( tidak ada yang menceritakan )

Setelah berakhirnya pemerintahan Raja Gowa Karaeng Katangka (pusat kerajaan kami perkirakan di Katangka), maka tak ada lagi Raja di Gowa. Timbullah kerusuhan-kerusuhan, perang saudara dan diperangi pula musuh-musuh dari luar Gowa. Akhirnya Kasuwiang Salapang bersatu dan membentuk suatu pemerintahan gabungan (federasi) yang diketuai seorang tokoh yang sangat disegani dan berwibawa dengan gelar Paccallaya.
Konon Paccallaya adalah kakak dari Gallarang Tombolo. Paccallaya bertugas sebagai ketua dewan federasi Kasuwiang Salapang dan bertindak sebagai hakim tertinggi untuk mengatasi segala sengketa yang akan terjadi. Paccallaya tidak berkeinginan menjadi Raja Gowa karena menganggap dirinya sama derajatnya dengan sembilan orang kepala pemerintah (Kasuwiang) yang dipimpinnya karena dia berasal dari anak Kasuwiang di Tombolo dan yang bisa diangkat menjadi raja ialah orang yang lebih tinggi derajatnya dari mereka, atau seseorang yang asing bagi mereka agar bisa berwibawa dan dipatuhi.
Setelah itu Paccallaya serta Gallarang Tombolo (Kasuwiang di Tombolo), Kasuwiang di Lakiyung dan Samata yang tiga kasuwiang ini merupakan Otere tallua (tri tunggal) mewakili kesembilan kasuwiang berupaya keras untuk mengangkat raja sebagai pelanjut dari Paccallaya supaya Kerajaan Gowa muncul kembali seperti pada waktu pemerintahan Raja Gowa Karaeng Katangka.
Setelah gabungan/federasi pimpinan Paccallaya berjalan beberapa lama (mungkin makan waktu belasan tahun), maka tiba-tiba muncullah seorang putri lengkap dengan pakaian kebesaran disebuah tempat bernama Taka’ Bassia di bukit Kalegoa (± 500 meter sebelah selatan makam Sultan Hasanuddin sekarang). Setelah diketemukan, putri itu duduk di bawah pohon mangga jombe-jombea dipagi-pagi buta oleh orang-orang yang akan mengambil air di sumur yang bernama Bungung Bissua. Gemparlah masyarakat setempat dan segera dilaporkan kepada Paccallaya bahwa ada seorang putri cantik lengkap dengan pakaian kebesarannya. Orang-orang yang datang melihatnya menamainya Tumanurung (Raja/Ratu Kerajaan Gowa I). Dikatakan Tumanurung, karena tidak diketahui asal usul kedatangannya, tiba-tiba berada ditempat tersebut.
Paccallaya bersama Kasuwiang Salapang bermufakat mengangkat Tumanurunga menjadi Raja Gowa dengan membuat/mengucapkan ikrar (perjanjian) antara Kasuwiang Salapang bersama Paccallaya disatu pihak dan Tumanurunga dilain pihak dan berakhirlah pemerintahan gabungan dibawah pimpinan Paccallaya. Mulailah pemerintahan Kerajaan Gowa dibawah pimpinan Tumanuruga sebagai Raja Gowa pertama (± 1300 M), memerintah Sembilan daerah Kasuwiang dan daerah-daerah diluar wilayah Kasuwiang.
Tumanurunga dibuatkan sebuah istana di atas bukit Kalegowa ± 500 meter sebelah utara Taka’ Bassia (tempat diketemukannya Tumanurunga). Istana itu kemudian diberi nama Tamalate yang berarti tidak layu karena istana itu selesai sebelum daun-daun kayu bahan yang dibuat rumah tersebut layu. Konon Istana Tamalate itu selesai dalam waktu sehari semalam saja.
Tumanurunga diperistrikan oleh Karaeng Bayo yang konon kabarnya diketemukan di Tassilli-Paccellekang dengan pakaian kebesarannya bersama seorang temannya bernama Lakipadada. Masing-masing membawa kalewang yaitu :
1.     Sonri yang bernama Tanru’ Ballanga kepunyaan Karaeng Bayo
2.     Sudanga kepunyaan Lakipadada

Beserta sebuah perhiasan emas yaitu Tokeng (kalung) bernama I Tanisamanga kepunyaan Tumanurunga. Ketiga benda pusaka tersebut (sudanga, tanru’ballang, dan tanisamanga) menjadi benda/alat kebesaran Kerajaan Gowa turun temurun dan disimpan di Balla Lompoa ri Gowa sampai sekarang. Konon kabarnya Lakipadada meninggalkan Gowa dan berangkat menuju ke arah utara.

Diriwayatkan oleh H. Abd. Hakim Daeng Mangung (kakek penulis)